7/31/2009

Sex bebas


Pertama, faktor dalam diri remaja. Usia remaja disebut sebagai masa persimpangan, antara dunia anak-anak dan dunia dewasa.
Selain itu, proses peniruan (imitation) juga berperan penting dalam pembentukan sikap seorang remaja. Jika orang sering nonton film biru, maka pikirannya akan dipenuhi film yang ditonton. Tidak hanya itu, juga akan dicobanya. Apalagi didukung adanya niat dan kesempatan, maka seks pranikah tidak mustahil dilakukan oleh remaja.

Sigmund Freud, tokoh psikoanalisa, menggambarkan orang seperti ini hanya mengedepankan id (nafsu) saja. Imam al-Ghazali melukiskannya sebagai ”nafsu menjadi panglima, sedangkan akal dan hati menjadi tentaranya”.

Kedua, kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak. Apalagi jika orang tua kurang peduli terhadap perkembangan anak. Karena tak diperhatikan orang tua, anak coba mencari perhatian dalam bentuk lain. Biasanya mereka menunjukkan sikap yang menyimpang. Orang tua seringkali merasa sudah mencukupi kebutuhan anaknya setiap hari, berarti semua masalah sudah selesai. Apalagi kalau anak tersebut tinggal jauh dari orang tua.

Ketiga, salah memilih teman atau lingkungan. Anak yang kurang terbuka dengan orang tua biasanya sangat terpengaruh dengan teman sebaya. Kalau temannya baik, no problem. Tetapi jikalau temannya memiliki kebiasaan kurang baik, itu akan menjadi permasalahan. Yang berbahaya, dengan mengatasnamakan kebersamaan dan kekompakan, akhirnya mereka tergiur untuk melakukan free sex atau seks bebas.

Hal ini diperkeruh dengan lingkungan yang tidak memedulikan keadaan yang terjadi. Dalam beberapa kasus di beberapa kota besar, lingkungan dan sikap masyarakat acuh tak acuh dan bersifat individual. Kos-kosan yang tidak ada pemiliknya, losmen, dan hotel seringkali menjadi tempat seks pranikah.

Solusi Permasalahan remaja sekarang ini, khususnya perilaku seks pranikah, harus segera ditangani bersama. Kalau dibiarkan jelas akan membahayakan nasib bangsa di masa mendatang.

0 komentar: