Kisah ini bermula dari 3 tahun yang lalu. Dimana aku dan suamiku menghadapi goncangan masalah rumah tangga yang amat sangat berat. Betapa pun kuatnya usaha kami untuk bersatu, namun ternyata kami sudah tak sanggup dengan perangai masing-masing dan akhirnya kami memutuskan untuk berpisah. Tak perduli dengan perasaam dua anak kami, yang penting kami harus secepatnya tak lagi serumah. Terlalu hancur hati ini.
Permasalahan kami apalagi kalau bukan perselingkuhan. Suamiku yang terkenal pendiam dan alim, ternyata bisa bermain gila dibelakangku. Dengan seorang perempuan cantik yang ternyata juga sudah bersuami. Tak tahu diri memang dua orang itu. Kurasa mereka memang cocok, sama-sama tukang berselingkuh. Ya, Tuhan memang adil. Pasangan yang cocok memang harus bisa menjadi cermin bagi yang lain. Biarkan saja mantan suamiku dan perempuan itu saling bercermin, agar mereka tahu betapa tindakan mereka berdua tidak dipikir terlebih dahulu.
Tak perlu waktu lama untuk menyendiri, aku segera bertemu dengan seseorang yang baik dan ramah. Kekasihku yang sekarang statusnya sama denganku, single parents alias duda. Anaknya juga dua. Hm, cocok sekali kupikir. Akhirnya aku mencoba untuk menjalin hubungan dengannya. Awalnya memang kami agak tertutup mengenai penyebab keretakan rumah tangga kami sebelumnya. Kami sepakat agar tidak membicarakan hal itu dulu, sebelum akhirnya benar-benar siap melakukannya.
Permasalahan kami apalagi kalau bukan perselingkuhan. Suamiku yang terkenal pendiam dan alim, ternyata bisa bermain gila dibelakangku. Dengan seorang perempuan cantik yang ternyata juga sudah bersuami. Tak tahu diri memang dua orang itu. Kurasa mereka memang cocok, sama-sama tukang berselingkuh. Ya, Tuhan memang adil. Pasangan yang cocok memang harus bisa menjadi cermin bagi yang lain. Biarkan saja mantan suamiku dan perempuan itu saling bercermin, agar mereka tahu betapa tindakan mereka berdua tidak dipikir terlebih dahulu.
Tak perlu waktu lama untuk menyendiri, aku segera bertemu dengan seseorang yang baik dan ramah. Kekasihku yang sekarang statusnya sama denganku, single parents alias duda. Anaknya juga dua. Hm, cocok sekali kupikir. Akhirnya aku mencoba untuk menjalin hubungan dengannya. Awalnya memang kami agak tertutup mengenai penyebab keretakan rumah tangga kami sebelumnya. Kami sepakat agar tidak membicarakan hal itu dulu, sebelum akhirnya benar-benar siap melakukannya.
Hari-hariku kulalui dengan penuh ceria bersamanya. Kami sering bepergian bersama di waktu weekend, tentu saja aku mengajak anak-anakku dan dia pun mengajak anak-anaknya. Bagai keluarga besar, aku pun merasa bahagia dengan keadaan ini, meski memang ada sesuatu yang hilang. Tetapi apa, ya? Apakah mantan suamiku? Ah, bodo amat! Aku sudah tak perduli dengannya, tinggal dimana dia dan siapa pasangannya sekarang. Aku benar-benar tak perduli.
Sebenarnya anak-anakku sering menanyakan keberadaan ayah kandungnya. Namun sebisa mungkin aku berusaha membuyarkan pikiran mereka tentang bapaknya dan membuat mereka nyaman dengan calon bapak barunya. Walau anak-anakku belum terbiasa memanggil kekasihku dengan sebutan ”bapak”, namun mereka cukup akrab dan berusaha menghormatiku dengan memanggil ”om”. Ya, sudahlah. Aku tak mau memaksakan kehendak anak-anakku. Yang penting mereka bahagia.
Tak terasa sudah sekitar satu setengah tahun aku dan kekasihku pacaran. Namun kami masih belum terbuka mengenai masa lalu kami masing-masing. Hingga akhirnya, kekasihku berulang tahun dan menginjak usia ke 46 tahun. kami merayakannya berdua saja tanpa anak-anak disebuah restoran mewah bernuansa Eropa di bilangan Sudirman.
Kami bertatap mesra sambil meminum red wine yang dipesan kekasihku. Ia menatap mataku dengan tatapan yang seperti mengatakan bahwa ia sangat sayang padaku. Dan aku tak kalah menatapnya dengan penuh arti. Ia mulai membuka percakapan.
”Sayang, bagaimana menurutmu 1,5 tahun? Apa artinya bagimu?”
”Buat aku, sangat berarti, sayang. Aku merasakan setiap saat selalu berkat bersamamu,” tuturku penuh kasih.
”Maukah menjejaki langkah selanjutnya denganku?”
Aku sedikit surprise. Mungkinkah ia melamarku? Atau?
”Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu dan ingin menikahimu. Kamu mau kan, menikah denganku?”
Aku mengangguk, hatiku riang dan girang. Seandainya ini bukan restoran kelas atas, aku sudah teriak dan mengatakan bahwa aku mencintai kekasihku. Tapi niat itu kuurungkan ketimbang kami akan diusir secara tak sopan dan dianggap sedikit sinting.
”Tetapi aku perlu tahu masa lalumu sayang. Seperti apa keretakan pernikahanmu. Mengapa ? Supaya aku mengerti, hal apa yang akan membuat engkau pergi meninggalkan sebuah pernikahan. Maukah kamu berbagi ?"
"Aku mau."
"Aku mendengarkan."
Aku menghela nafas sejenak. Tak tau harus mulai darimana. Aku berpikir, lebih baik langsung to the point saja.
"Mantan suamiku berselingkuh.", Ujarku datar
"Lho, sama dong. Mantan istriku juga berselingkuh. Ya, ampun. Sebuah kebetulan yang sama. Mungkinkah kita memang ditakdirkan jodoh?"
"Mudah-mudahan, sayang". Imbuhku penuh harap.
"Mungkin ini pertanyaan bodoh, apa kamu tahu nama selingkuhan mantan suamimu? Hahahaha, bercanda, kekasihku." Tanyanya sembari bercanda. Aku pun menjawabnya setengah guyon.
"Kalau tidak salah namanya Ratmi." Kataku sembari mengunyah steak daging juicy yang baru saja dipesan.
Tak kusangka, leher kekasihku langsung tercekat! Dia seperti berhenti nafasnya. Wajahnya pucat pasi. ”Apa katamu?” tanyanya sekali lagi.
"Namanya Ratmi. Aku bilang namanya Ratmi." Ujarku memantapkan kalimat.
Dia terdiam. Bahkan ketika aku tanya ada apa, dia hanya menggeleng lemah. Melanjutkan makan malam kami. Lalu mengatarku pulang tanpa banyak suara. Aku benar-benar bingung dibuatnya. Sesampainya di depan rumahku, dia membelai rambutku dan berkata pelan, ”Ratmi itu nama mantan istriku,” ujarnya. Aku pun terkejut.
Aku jadi ikut terdiam. Selesai mengatakan selamat malam, aku segera keluar dari mobil. Pertemuan malam ini betul-betul membuatku kaku. Tuhan, benarkah jodoh memang tak kemana-mana? Mengapa pertemuanku dengannya harus melalui sesuatu hal yang pahit? Rahasia apa ini Tuhan?
Sekarang ini sebenarnya aku masih menjalani hubungan dengannya. Namun bukan lagi sebagai kekasih. Bukannya kami tak lagi saling mencintai. Kami hanya belum sanggup pergi dari masa lalu.
0 komentar:
Posting Komentar